Rabu, 02 Januari 2013

Film, Realitas atau Konstruksi?

"Penghasilannya 300-400 ribu per minggu. Tak selamanya Pemulung itu miskin dan sengsara. Sudah menjadi rahasia umum bahwa profesi Pemulung itu dianggap pekerjaan yang rendahan. Apakah siaran TV dan Film yang mengatasnamakan humanisme adalah sebuah realitas atau hanya konstruksi semata?"

TPA Sampah Piyungan, Yogyakarta
 Bermula dari Naskah berjudul "Desah Kasih Bunda" karya Septia Muslimah, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana Yogyakarta sebagai tugas akhir mata kuliah Penulisan Skenario. Naskah tersebut ditulis berlatar belakang di daerah Bangka, atas riset kecil yang telah dilakukan oleh Sang Penulis di kampung halamannya. Hasilnya bahwa para pemulung di sana sangat sulit sekali hanya untuk memperoleh penghasilan kurang lebih dua puluh ribu saja.

Inti cerita dari Naskah "Desah Kasih Bunda" adalah tentang kisah perjuangan seorang ibu pemulung yang sengsara menjalani hidupnya. Seorang perempuan yang bekerja keras demi seorang anaknya hanya demi mencari sesuap nasi. Sedangkan suaminya telah meninggal dunia.

"Kisah tentang seorang perempuan yang ditelantarkan oleh suaminya itu sudah biasa, menurut saya menarik ketika benar-benar menunjukkan perjuangan seorang perempuan tangguh yang sudah ditinggal mati oleh suaminya dan berjuang sendiri demi anaknya," Ungkap Septia Muslimah selaku Penulis Naskah.

Dari kelas kecil mata kuliah Sinematografi yang diampuh oleh Greg Arya, yang saat ini masih aktif mengajar di ISI Jogja dan Editor Fourcolours Films. Jumlah mahasiswa dalam kelas kecil itu berjumlah enam orang mahasiswa yang semuanya adalah Diajeng (baca : perempuan). Dari kesepakan bersama, dipilihlah Naskah "Desah Kasih Bunda" tersebut untuk diproduksi sebagai tugas akhir mata kuliah Sinematografi. 

Naskah lain yang ditawarkan diantaranya, "Sentimental Masa Lalu" karya Siti Ulfah, "Merangkul Kecewa" karya Anastasya Betty Juliana Tobing, "Dulu Pahlawan Sekarng Pas-pasan" karya Intan Rakhmawati, "Cinta Untuk Tedy" karya Stepfanie Ria Ayu Diantika, dan "..." karya Rista Kustami Meganingrum.

Penunjuk Arah
Permasalahan mulai muncul karena perbedaan latar belakang lokasi yang mulanya di Bangka berpindah ke Jogja. Hasil riset yang didapat dari wawancara langsung dengan pemulung yang tinggal dan bekerja di Tempat Pembuanganm Akhir (TPA) Sampah Piyungan, Yogyakarta menunjukkan realitas yang berbeda dan unik ketika divisualisasikan dalam bentuk film. 

Tim Produksi yang tergabung dalam SKEMO (Sketch Motion) sedikit bimbang untuk tetap melanjutkan naskah yang sudah ada atau mengubah dan memberikan sedikit tambahan cerita untuk naskah tersebut. Siti Ulfah yang akan menjadi Sutradara untuk produksi film tersebut menawarkan pada tim apakah hanya ingin membuat film yang hanya berupa konstruksi atau film yang berupa realitas dan konstruksi?

Mbak Kus saat diwawancarai
Perempuan yang biasa dipanggil Mbak Kus ini mengungkapkan "Saya itu sudah pernah jadi buruh tani sampai marketing barang-barang elektronik, sampai akhirnya diajak suami saya untuk jadi pemulung. Awalnya jijik juga memungut sampah, tapi lama-lama juga biasa, penghasilannya pun lumayan bisa mencapai 300-400 ribu per minggunya." Tak heran jika mereka yang notabene menjadi pemulung tak mau berpindah profesi karena realitasnya menjadi pemulung lebih sejahtera.

Tim Produksi yang terdiri dari Siti Ulfah (Sutradara), Septia Muslimah (Script Writer), Intan Rakhmawati (DOP), Anastasia Betty Juliana Tobing (Artistik), Stepfanie Ria Ayu Diantika (Make Up & Wardrob), dan Rista Kustami Meganingrum (Music Director) sepakat untuk mengubah realitas pemulung dalam Naskah dan sedikit menambahkan 'bumbu-bumbu' karena berlatar belakang di Yogyakarta. Dan mengganti judul naskah menjadi "RATMI." Saat ini tim masih bekerja keras pada tahap pra produksi karena direncanakan produksi dilaksanakan pada awal bulan Januari.

Bagaimana realitas pemulung di Yogyakarta yang dikonstruksikan oleh Mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana Yogyakarta tahun 2010 (baca : angkatan pertama) dalam sebuah visualisasi karya film yang akan dibuat?. Sekaligus sebagai langkah membangkitkan kembali nafas SKEMO (Sketch Motion) yang sudah vakum 1(satu) tahun lebih setelah produksi pertamanya, "Gunawan, Sang Pembaharu." 

1 komentar:

  1. Jadi, akan dibuat 'dokumenter', 'semi dokumenter, atau 'fiksi' based on true story nihh?? Wah ... sangat tidak sabar menunggu kiprah teman-teman selanjutnya ....

    BalasHapus